Komunalbox.com
DUNIA ini memang penuh tradisi unik di setiap
negara, terutama dalam hal pernikahan. Setiap suku memiliki praktik dan
ritualnya sendiri.
Demikian pula halnya dengan Suku Kreung di Kamboja
yang mengikuti ritual sangat unik. Orangtua sengaja membangun "gubuk
cinta" bagi anak perawan mereka ketika mencapai masa pubertas antara 13-15
tahun.
Ayah mereka akan membangunkan gubuk berbahan bambu,
yang terpisah jauh dari rumah keluarga sehingga mereka dapat bersosialisasi dan
bereksperimen dengan anak laki-laki secara pribadi.
Orang Kreung benar-benar menanamkan pesan kuat bahwa
seks bebas atau sebelum menikah dapat diterima. Ketika para gadis muda berusaha
menemukan pria yang tepat untuk dinikahi.
Gadis-gadis mengundang anak laki-laki yang mereka
inginkan ke gubuk cinta untuk melakukan seks atau hanya berbicara tentang seks.
Anak
laki-laki tidak agresif (mereka telah diajari bahwa perilaku hormat mereka
terhadap anak perempuan akan memengaruhi keturunan keluarga mereka dan mereka
menganggap tradisi ini dengan serius) dan membiarkan anak perempuan yang akan
mengambil tindakan dalam tradisi tersebut.
Dalam karya Marie Claire 2011, Fiona MacGregor
mengunjungi suku tersebut dan berbicara dengan gadis-gadis muda tentang
kehidupan seks mereka dan tradisi "gubuk cinta".
Semua gadis muda menegaskan tradisi seksual dilakukan
secara mandiri, serta mendapatkan persetujuan dan kepercayaan orang tua mereka
dalam mengambil keputusan mereka dan mengklaim bahwa pondok cinta memberikan
mereka kesempatan untuk mencari tahu pria mana yang mereka ingin nikahi. Dalam
budaya ini perceraian tidak pernah terdengar, begitupun kata 'pelacur' sama
sekali tidak dikenal di kalangan Suku Kreung.
Para gadis perawan dapat memiliki banyak pacar
sekaligus di gubuk mereka dan tidak ada perkelahiaan atau kecemburuan jika dia
akhirnya hanya memilih satu anak laki-laki dari sekian banyak pilihan. Kekerasan
seksual pun jarang terjadi dan pemerkosaan tidak ada.
Tentu, kehamilan yang tidak diinginkan terjadi, tetapi biasanya pelamar yang
dipilih gadis itu akan membesarkan anak itu seperti anak mereka sendiri.
Anehnya tradisi ini maju dan memercayai wanita remaja untuk membuat keputusan
sendiri tentang kesehatan seksual dan kehidupan romantis mereka.
Sungguh jauh dari apa yang kita lakukan dalam
pendidikan pantang di sekolah yang dicampur dengan pornografi sebagai
pendidikan seksual karena kebanyakan orang tua terlalu tabu untuk berbicara
dengan anak-anak mereka sendiri tentang seks.
Tradisi ini perlahan menghilang karena minoritas
menjadi terekspos pada modernisasi dan budaya khmer, di mana seks pranikah
tidak terhormat. Menurut sebuah artikel oleh Phnom Penh Post pada Maret 2014,
cara keluarga Kreung membangun rumah mereka juga berubah seiring maskyarakat
menjadi lebih kaya.
Secara tradisional, rumah mereka terbuat dari bambu
kecil dan tidak tahan lama pada saat musin hujan tiba. Namun sekarang beberapa
desa membangun rumah mereka dari kayu atau batu bata yang tahan lebih lama
ketimbang bambu, sehingga mereka lebih suka menempatkan semua kamar tidur di
dalam satu rumah untuk anak perempuan mereka.
Komentar
Posting Komentar