Sebelum Sunan Kalijaga
wafat meniggalkan dunia untuk selama-lamanya, ternyata beliau pernah memberikan
wangsit kepada Panembahan Ratu, yang kala itu sebagai Raja Cirebon kedua. Latar
belakang bemberian wangsit tersebut bermula dari terpuruknya perekonomian
Cirebon.
Waktu itu kas keuangan
kerajaan hampir kosong, sementara perekonomian rakyat sedang macet sehingga
tidak memungkinkan bagi pihak kerajaan untuk menarik pajak. Mendapati kondisi
yang mengkhawatirkan itu, Ki Palida salah satu Santana kerajaan menghadap ke Panembahan
Ratu, beliau mengusulkan kepada rajanya agar kerajaan mengelola usaha sendiri,
sehingga perusahaan yang dibangun itu kemudian dapat memberikan keuntungan bagi
negara.
Panembahan Ratu pun kemudian setuju, Ki Palida kemudian membangun usaha perdagangan
beras, beras tersebut pada mulanya diperdagangkan disekitar Cirebon lalu
berkembang hingga dipasarkan keluar Cirebon bahkan luar pulau.
Pada suatu hari, ketika
Ki Palida sedang mengatur pengangkutan beras-beras dagangan di pelabuhan,
tiba-tiba datang seorang pengemis tua yang menyodor-nyodorkan tempurungnya,
katanya “ Tuan-tuan, hamba meminta beras untuk menghilangkan lapar,
sekedar segengam saja, tuan..!” pengemis tersebut berulang-ulang
mengatakan itu, sambil terus menyodor-nyodorkan tempurungnya.
Melihat itu Ki Palida merasa terganggu, dan bertaka kasar dengan mata
terbelalak, katanya “ Hai Kamu Pengemis, apa kamu tidak melihat beras ini
sduah dikarungi, tak bisa dibongkar apa kamu tidak lihat?”, akan tetapi
Pengemis itu masih juga merajuk meminta-minta.
Ki Palida kemudian memuncak amarahnya, ia mengangkat tanganya untuk siap-saiap
menempeleng pengemis yang membandel itu, akan tetapi kejadian aneh kemudian
terjadi, Ki Palida kaku tangannya, ia tak bisa apa-apa, semakin ia berusaha
untuk menyakiti pengemis semakin ia merasa kejang dan kesakitan. Ki Palida pun
kemudian ambruk ke tanah, dan berteriak meminta tolong dengan nyaringnya,
beliaupun kemudian ditolong oleh para pegawainya, dan untuk kemudiannya
dihadapkan kepada Raja.
Dihadapan panembahan Ratu,
Ki Palida kemudian menceritakan kejadian yang menimpanya, bahwa ia diganggu
oleh seorang pengemis dengan ciri-ciri mempunyai belang di kaki dan tanganya.
Mendapati penjelasan dari salah satu santananya itu, Panembahan Ratu paham,
bahwa pengemis tersebut adalah Sunan Kalijaga.
Ki Palida kemudian
disuruh minta maaf dan segera menghadap Sunan Kalijaga sambil membawa sepuluh
dacin beras untuk dipersembahkan kepada sang wali. Sesampainya di kediaman
Sunan Kalijaga, Ki Palida kemudian meminta maaf atas kesalahannya. Walipun
kemudian memafkannya, akan tetapi mengenai beras yang berdacin-dacin itu beliau
menolak sambil memberikan jawaban kepada Ki Palida untuk disampaikan kepada
rajanya, katanya “Hei Palida kebaikan tuanmu itu ku terima,
akan tetapi sekarang beras itu bawalah kembali, memang betul aku dahulu meminta
bersa, tapi itu hanya untuk sekedar pengobat lapar, akan tetapi aku tak
mengharapkan banyak”.
Segera Ki Palida
kemudian izin pulang, dan setelah sampai segera ia menyampaikan apa yang
didengarnya itu kepada Rajanya. Mendengar itu panembahan ratu merenung dan
kemudian berkata, baiklah itu sebenarnya wangsit wali agar “ Kita Yang Di
Cirebon Tidak Boleh Berdagang Hingga Anak Keturunanku Kelak. Itulah yang
menjadi wangsit, jangnlah kita salah terima, Kanjeng Sunan Kalijaga telah
memberikan wangsitnya”.
Demikianlah wangsitnya Sunan Kalijaga kepada Panembahan Ratu, yaitu wangsit
yang memerintahkan agar Raja jangan terlibat dalam kegiatan bisnis, Raja harus
mensukuri segala yang ada, dan tidak pantas bagi seorang Raja untuk tamak
terhadap dunia. Kisah mengenai wangsit Sunan Kalijaga di atas termaktub dalam
naskah Mertasinga pada pupuh LXVI-04-LXVI.20.
Komentar
Posting Komentar