Komunalbox.com
Pertempuran Kerajaan
Mataram dengan Pajang pernah terjadi di sekitar wilayah Candi Prambanan. Saat
itu Kerajaan Mataram dipimpin oleh Panembahan Senapati dengan mengerahkan
penguasa ratu pantai selatan hingga Gunung Merapi. Konon Senapati saat itu
mencari keadilan dalam masalah iparnya dengan cara yang tidak semestinya.
Sultan Pajang yang
sampai saat itu bersikap lunak lantas memberi perintah kepada pasukannya agar
mempersiapkan diri guna menyerang Mataram. Dikisahkan dari buku "Awal
Kebangkitan Mataram : Masa Pemerintahan Senapati" dari H.J. De Graaf,
sultan pun memerintahkan para bupati daerah perbatasan pun dikumpulkan.
Mereka itu adalah para menantu sultan, adipati Demak Adipati Tuban, dan Adipati
Banten. Pada suatu hari berangkatlah bala tentara Pajang yang terdiri dari
berbagai pasukan, baginda raja naik gajah, mereka berkemah di Prambanan.
Melawan tentara Pajang,
Senapati hanya dapat mengumpulkan 800 orang Mataram di Randulawang. Kiai
Martani menasihati agar tidak berperang, karena pada pendapatnya akan kalah.
Karena itu seyogyanya memohon kepada Allah saja. Tetapi bukanlah Senapati
namanya jika tak mempunyai taktik.
Ia meminta bantuan Nyi
Roro Kidul, penguasa pantai selatan, Kiai Juru meminta bantuan kepada dewa
penjaga Gunung Merapi. Senapati pun tak lupa membuat siasat tertentu, para
prajurit disuruhnya membuat banyak tumpukan kayu di Gunung Kidul, tersebar di atas
bukit-bukit, dengan jarak sejauh tembakan peluru senapan. Pada malam hari kayu
- kayu itu dibakar sekaligus.
Semua rencana
dilaksanakan, sambil bersedekap Senapati dan Juru Martani menengadag ke langit,
jin, peri, prayangan pun datang membawa hujan, badai, dan suara gemuruh yang
dahsyat. Setelah itu Gunung Merapi meletus, menyemburkan api dan suara gemuruh.
Hujan debu turun lebat, lumpur dengan batu - batu besar memenuhi Kali Opak.
Bersamaan dengan itu tumpukan 6 tumpukan kayu di pegunungan dinyalakan sehingga
menjadi layaknya lautan api.
Alhasil Sultan Pajang
ini menjadi ketakutan, Adipati Tuban yang berusaha menyalakan semangat raja,
menjadi sia - sia. Kendati Adipati Tuban itu menyatakan sanggup memusnahkan
pasukan Mataram dalam sekejap mata. Tetapi yang terjadi sebaliknya, gejala alam
bertambah menyeramkan. Tentara Pajang pun lari dan sultan terpaksa ikut lari
pula. Mataram pun berhasil menang tanpa berperang.
Di lain
hari, persidangan agung di Istana Pajang disodorkan oleh para menantu raja,
dalam hal ini Tumenggung Tuban dan Tumenggung Demak bahwa Pajang perlu segera
menyerbu Mataram. Meskipun sadar akan jatuhnya Pajang nanti, sultan tidak bisa
bertahan terhadap desakan itu, dan memerintahkan segera mengangkat senjata.
Para tumenggung menyatakan bersedia, asalkan sultan turut serta, meskipun
berada di belakang barisan.
Tak
kurang 10.000 orang prajurit Pajang dipersiapkan, Pangeran Benawa naik kuda di
belakang ayahnya yang duduk di atas gajah. Di Prambanan mereka berhenti dan
memperkuat pertahanan dengan meriam.
Kiai
Adipati Mandaraka yang melihat potensi terjadinya pertempuran besar, mendesak
Senapati agar pergi ke Gua Langse atau Gua Roro Kidul, sedangkan ia sendiri
akan pergi ke Gunung Merapi untuk memohon bantuan. Setelah kembali dari Gua
Langse, Senapati mengumpulkan 1.000 orang prajurit, 300 di antaranya di
tempatkan di sebelah selatan Prambanan.
Mereka
mendapat perintah, begitu terdengar suara letusan keluar dari Gunung Merapi,
harus segera memukul canang Kiai Bicak dan berteriak-teriak, sebagai panglima
di lapangan diangkat Tumenggung Mayang.
Pertempuran
terjadi di dua tempat, pasukan Mataram pura-pura melarikan, tetapi orang -
orang Pajang yang mengejarnya tiba-tiba diserang oleh pasukan Mataram dari dua
arah dan diceraiberaikan.
Gelap
malam menghentikan pertempuran itu, kedua kubu kembali ke kubu pertahanan
masing-masing. Malam itu Gunung Merapi meletus di tengah-tengah kegelapan,
hujan lebat, hujan debu, gempa bumi, banjir, dan gejala alam lain yang
menyeramkan.
Orang
Mataram memukul canang Ki Bicak. Banjir menggenangi kubu Pajang, yang memaksa
mereka melarikan diri dalam
kebingungan, Sultan Pajang pun terseret dalam kekacauan itu.
Orang - orang Pajang, yang suka takhayul, tetapi
mereka sudah banyak kehilangan semangat karena terpukul di medan perang.
Apalagi setelah melihat alam mengamuk, kehilangan sama sekali sisa semangat
juangnya dan lari tunggang langgang.
Komentar
Posting Komentar